Uncategorized

Tidak Boleh Menghina Sesama Muslim

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Adam telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Dawud bin Qois dari Abu Sa’id dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersabda: “Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak menzhalimi, tidak menelantarkan dan tidak menghinanya. Cukuplah seorang muslim itu dikatakan buruk bila ia menghina saudaranya sesama muslim.”
HR. Ahmad
Uncategorized

Agama Bapak Kalian Ibrahim

“Dari mana kamu?” Saya menjawab, saya adalah satu Tanukh. (Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam) bertanya, apakah termasuk orang Islam yang lurus yaitu agama bapak kalian Ibrahim. Saya menjawab, saya adalah utusan suatu kaum, yang beragama dengan suatu agama yang tidak akan saya tinggalkan sehingga saya kembali kepada mereka. Lalu (Nabi Shallallahu’alaihiwasallam) tertawa dan bersabda: “kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” Wahai saudara Tanukh, saya telah menulis suratku kepada Kisra, lalu dia merobeknya dan Alloh akan merobeknya dan merobek kerajaannya. Saya mengirim suratku kepada Najasyi dengan sebuah lembaran, lalu dia membakarnya dan Alloh akan membakarnya dan membakar kerajaannya. Saya telah mengirim kepada temanmu sedang lembaran, lalu dia memegangnya dan orang-orang akan tetap mendapatkan darinya kejelekan walau dalam hidupnya baik. Saya berkata; ini adalah satu dari tiga hal yang dia pesankan kepadaku, lalu saya mengambil satu anak panah dari tempatnya lalu saya tulis dalam kulit pedangku lalu beliau telah menyerahkan lembaran pada seseorang dari sebelah kirinya. Saya bertanya, siapakah orang yang akan membawa surat kalian yang akan membacakan dan kalian? Mereka menjawab, Mu’awiyah. Ternyata dalam surat sahabatku dia mengajakku kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, maka di manakah neraka? 
Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Maha Suci Alloh, di mana malam jika telah datang waktu siang”. (utusan itu) berkata; lalu saya mengambil anak panah dari tempatnya lalu saya menuliskan pada pedangku setelah beliau selesai membaca suratku, beliau bersabda: ” kamu mendapatkan hak, kamu adalah utusan, jika ada pada kami sesuatu yang akan kami berikan kepadamu. kami sedang kehabisan bekal” (utusan itu) berkata; lalu ada seorang laki-laki yang berada pada tengah-tengah mereka memanggilnya. Dia berkata; saya yang akan memberinya hadiah, lalu dia membuka barangnya, ternyata dia membawa perhiasan yang berwarna kuning, lalu dia meletakkannya di pangkuanku, lalu saya bertanya siapakah yang telah memberi hadiah, ada yang mengatakan dia adalah ‘Utsman. Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Siapa yang akan memberikan penginapan kepada orang ini?” Lalu ada seorang pemuda dari Anshor yang berkata; saya. Lalu pemuda itu berdiri dan saya berdiri bersamanya sampai ketika saya telah keluar dari kelompok majlis. Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam memanggilku dan berkata; kemari wahai saudara Tanukh, lalu saya menemui panggilanya sehingga saya berdiri dari tempat dudukku yang tadi saya berada di situ. Lalu beliau membuka cara duduk ihtiba’nya (duduk dengan mengumpulkan kedua lututnya ditaruh di depan dada). Lalu beliau bersabda: “Kesinilah, lakukan apa yang kau diperintahkan, lalu saya melihat ke belakang punggungnya, ternyata saya melihat stempel di pundak yang paling atas seperti bekas bekam yang besar”.
(HR. Ahmad: 15100)
Uncategorized

Saudara Yang Dirindukan Rasulullah

Suatu ketika Rasulullah dan para sahabat bersama di sebuah majelis, dan beliau berkata kepada Abu Bakr radhiallahu anha , “Wahai Abu Bakr, aku begitu rindu hendak bertemu dengan saudaraku.”

Mendengar baginda Rasulullah berkata demikian, terkejutlah para sahabat yang ada di sekitar beliau. Abu Bakr yang selalu setia menemani dan membersamai Rasulullah di dalam perjuangan dakwahnya pun bertanya, “Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu? Lebih-lebih mengejutkan lagi jawaban yang kemudian keluar dari lisan manusia paling mulia itu.

“Tidak wahai Abu Bakr, Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku.” Terasa betapa lembutnya suara Rasulullah. “Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,” tegas salah seorang sahabat lain yang masih terlampau penasaran siapa yang dimaksud saudara oleh sang pembawa risalah.

Tetiba suasana hening, semua perhatian tertuju pada Rasulullah. Tak lama setelahnya, beliau memberikan penjelasan, “Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.”

Letak kesitimewan umat akhir zaman salah satu yang utama ialah tetap meyakini sesuatu yang bahkan tidak pernah dilihatnya. Sebagaimana meyakini hembusan angin, meski tidak pernah tahu bagaimana bentuknya. Sebagaimana meyakini perasaan yang tumbuh, walau selalu tidak berhasil menggambarknnya lewat kata-kata sekali pun. Begitulah keistimewaan kita, umat terbaik yang begitu sangat dicintai oleh baginda Nabiullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lihatlah betapa Rasulullah teramat peduli pada kita, umat yang sangat berkemungkinan untuk ingkar kepadanya. Tidak mengindahkan nasihat-nasihatnya lewat perintah Sunnah. Mari introspeksi, sudah sejauh mana selama hidup ini kita berupaya untuk menegakkan Sunnah dan mencintai Rasulullah? Sudah seberapa dekat kita dengan kehidupan yang diajarkan oleh Rasulullah?

Betapa teramat mulianya hati Rasulullah, jika mampu ia tanggungkan dosa seluruh umat ini, pastilah ditanggungnya. Jika mampu ia menangguhkan sakitnya sakaratul maut seluruh umatnya, pasti akan ia tangguhkan semuanya. Betapa berkorbannya Rasulullah, betapa pedulinya beliau pada kehidupan kita, masa depan dunia hingga akhirat kita?

Hingga di penghujung hayatnya, bukanlah istri tercintanya yang diingatnya, bukan para sahabat yang sudah menemai perjuangan dakwahnya yang ia dahulukan, bukan anak terkasihnya yang ia pintakan pengampunan. “Ummati, ummati, ummati.” Beliau justeru menutup hidupnya dengan masih terus peduli pada kita, umat yang penuh maksiat dan ingkar pada Al-Qur’an dan Sunnah. Baginda terus memikirkan kita, orang-orang yang belum tentu sekali waktu bershalawat memujanya.

Tidak tersentuhkan hati kita, adakah sesosok manusia yang sepeduli Rasulullah? Meski setiap hari bertemu, dekat erat berhubungan, saat di hari kebangkitan mereka akan sibuk pada diri masing-masing. Saat mendapat kebahagiaan di dunia, mereka pun sudah sibuk menikmatinya sendiri. Lantas kepada siapa lagi kita berharap pertolongan jika bukan pada Allah dan Rasul-Nya?

Kurang apalagi kita sebagai umat, memiliki Rasul yang teramat baiknya hati, mulianya perangai, indahnya akhlaq. Masih susah untuk ingat? Masih sulit untuk mengubah kebiasaan buruk menjadi yang baik-baik, masih susah beramal shaleh? Perlu dengan cara apalagi Rasulullah peduli pada kita, makhluk lemah yang berlumur dosa-dosa? Haruskah saat ruh sudah dikerongkongan baru kita sadar jika bekal masih kurang dan dosa tak terhitung?

Mari mulai peduli pada diri dan nasib kita sendiri. Mohonkan pada Allah, agar kelak diizinkan untuk bertemu dan berkumpul bersama dengan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Uncategorized

Betapa Besar Sekali Dosa Ghibah

Dosa ghibah sudah disebutkan dalam firman Allah Ta’ala berikut ini, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)
Asy Syaukani rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Allah Ta’ala memisalkan ghibah (menggunjing orang lain) dengan memakan bangkai seseorang. Karena bangkai sama sekali tidak mengetahui siapa yang memakan dagingnya. Ini sama halnya dengan orang yang hidup juga tidak mengetahui siapa yang menggunjing dirinya. Demikianlah keterangan dari Az Zujaj.” (Fathul Qadir, 5: 87)
Asy Syaukani rahimahullah kembali menjelaskan, “Dalam ayat di atas terkandung isyarat bahwa kehormatan manusia itu sebagaimana dagingnya. Jika daging manusia saja diharamkan untuk dimakan, begitu pula dengan kehormatannya dilarang untuk dilanggar. Ayat ini menjelaskan agar setiap muslim menjauhi perbuatan ghibah. Ayat ini menjelaskan bahwa ghibah adalah perbuatan yang teramat jelek. Begitu tercelanya pula orang yang melakukan ghibah.” 
Semoga bermanfaat 🙂

Bacaan Islami Lainnnya:

– Komik Pahlawan Islam Anas bin Nadhar
– Komik Mantan Napi Berulah Lagi
– Bantuan Dari Allah Saat Kesulitan
– 3 Hal Yang Dilakukan Saat Bangun Untuk Sahur
– Kenapa Dia Begitu Cinta Al-Qur’an

– Hindari Berkata Kotor
– Perang Melawan Hawa Nafsu
– Jangan Mencari Keburukan Orang
– Komik Islami Tentang Cinta
– Jomblo Halu Kepengen Punya Istri

– Komik Islami Pakai Yang Kanan
– Komik Islami Simple
– Jangan Benci Muslimah Bercadar
– Waspada 3 Pintu Menuju Neraka
– Kalau Sholat Jangan Lari Larian

– Perlunya Kerjasama Dalam Rumah Tangga
– Baju Koko Vs Jersey – Komik Islami
– Dunia Hanya Sementara
– Komik Islami Bahasa Inggris
– Komik Islami Tarawih Surat Pendek

– Kisah Pendek Khutbah Jum’at
– Menunggu Punahnya Corona
– Komik Pendek Islami
– Jangan Pernah Menunda Ibadah
– Komik Islami Hitam Putih

– Parno Karena Batuk Corona
– Komik Islami Doa Pejuang Nafkah
– Komik Islami Muslimah Memanah Dan Tahajud
– Komik Islami Hidup Bahagia
– Komik Islami Nasehat Dan Renungan
– Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia Yang Sebenarnya

Selamat Membaca.. Bantu Kami Dengan Donasi.. Dengan Kontak Businessfwj@gmail.com