Uncategorized

Kisah Kematian Tragis Utsman Bin Affan

Abu Hurairah menangis mengingat wafatnya Utsman bin ‘Affan. Terbayang di hadapannya apa yang diperbuat bughat terhadap khalifah. Sebuah tragedi tercatat dalam lembaran tarikh Islam; menorehkan peristiwa kelabu atas umat ummiyah.
Dengan keji, pembunuh-pembunuh itu menumpahkan darah. Tangan menantu Rasulullah n ditebas, padahal jari-jemari itulah yang dahulu dipercaya Rasul n mencatat wahyu Allah. Darah pun mengalir membasahi Thaybah.
Dengan penuh cinta dan ridha kepada Allah, Amirul Mukminin mengembuskan nafas terakhir, meraih syahadah dengan membawa hujjah dan kemenangan yang nyata.
Ya Allah, tanamkan cinta dan ridha di hati kami pada sahabat-sahabat Nabi-Mu. Selamatkan hati kami dari kedengkian kepada mereka. Selamatkan pula lisan kami dari cercaan kepada mereka sebagaimana Engkau telah selamatkan tangan kami dari darah-darah mereka.


Utsman bin ‘Affan, sahabat yang mulia
Beliau adalah ‘Utsman bin Affan bin Abil ‘Ash bin Umayyah bin Abdisy-Syams bin Abdi Manaf. Pada kakeknya, Abdu Manaf, nasabnya bertemu dengan nasab Rasulullah.
Lahir enam tahun setelah tahun gajah. Beriman melalui tangan Abu Bakr Ash-Shiddiq –Abdullah bin Abi Quhafah–, dan termasuk as-sabiqunal awwalun.
Tampan wajahnya, lembut kulitnya, dan lebat jenggotnya. Sosok sahabat mulia ini sangat pemalu hingga malaikat pun malu kepadanya. Demikian Rasulullah menyanjung:
“Tidakkah sepatutnya aku malu kepada seorang (yakni Utsman) yang para malaikat malu kepadanya?”
Mudah menangis kala mengingat akhirat. Jiwanya khusyu’ dan penuh tawadhu’ di hadapan Allah Rabbul ‘alamin.
Beliau adalah menantu Rasulullah yang sangat dikasihi. Memperoleh kemuliaan dengan menikahi dua putri Nabi, Ruqayyah kemudian Ummu Kultsum hingga mendapat julukan Dzunurain(pemilik dua cahaya). Bahkan Rasulullah bersabda: “Seandainya aku masih memiliki putri yang lain sungguh akan kunikahkan dia dengan Utsman.”
Utsman bin ‘Affan adalah figur sahabat yang memiliki kedermawanan luar biasa. Sebelum datangnya risalah Nabi Muhammad, beliau telah menekuni perdagangan hingga memiliki kekayaan. Setelah cahaya Islam terpancar di muka bumi, harta tersebut beliau infakkan untuk menegakkan kalimat Allah.

Sumur Ar-Rumah
Tahukah Anda, apa itu sumur Ar-Rumah? Sumber air Madinah yang beliau beli dengan harga sangat mahal sebagai wakaf untuk muslimin di saat mereka kehausan dan membutuhkan tetes-tetes air. Rasulullah menawarkan jannah bagi siapa yang membelinya. Utsman pun bersegera meraih janji itu. Demi Allah! Beliau telah meraih jannah yang dijanjikan.
Sosok yang mulia ini, tidak pernah berat untuk berinfak di jalan Allah, berapapun besarnya harta yang diinfakkan. Beliau keluarkan seribu dinar (emas) guna menyiapkan Jaisyul ‘Usrah, pasukan perang ke Tabuk, yang berjumlah tidak kurang dari 30.000 pasukan. Seraya membolak-balikan emas yang Utsman infakkan, Rasulullah bersabda:
“Tidaklah membahayakan bagi Utsman apapun yang dia lakukan sesudah hari ini.” (Karena sesungguhnya dia telah diampuni)
Allahu Akbar! Betapa indah sabda Rasulullah mengiringi pengorbanan Utsman bin Affan. Allah l terima infak itu, Allah l pelihara dengan tangan kanan-Nya yang mulia dan Dia lipat gandakan pahala untuknya.
Di antara keutamaan ‘Utsman bin ‘Affan, Allah jamin jannah atasnya bersama sembilan orang lainnya. Rasulullah bersabda:
“… Dan ‘Utsman di jannah….” (Al-Hadits)
Sebagian kecil keutamaan di atas cukup sebagai dalil yang muhkam –pasti– atas keutamaan Utsman bin ‘Affan. Di atas keyakinan inilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah beragama.

Fitnah itu akan terjadi
Wafatnya Umar bin Al-Khaththab adalah awal kemunculan fitnah. Umar adalah pintu yang menutup fitnah. Begitu pintu dipatahkan, gelombang fitnah akan terus menimpa umat ini, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Hudzaifah bin Al-Yaman dalam Shahihain.
Pernahkah terbayang bahwa Utsman akan dibunuh dalam keadaan terzalimi? Mungkin kita tidak membayangkannya. Tetapi demi Allah, Utsman bin Affan telah mengetahui dirinya akan terbunuh, dengan kabar yang diperolehnya dari kekasih Allah, Nabi Muhammad.
Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, beliau berkata:
“Rasulullah pernah menyebutkan sebuah fitnah, lalu lewatlah seseorang. Beliau bersabda: “Pada fitnah itu, orang yang bertutup kepala ini akan terbunuh.” Berkata Ibnu ‘Umar:” Akupun melihat (orang itu), ternyata ia adalah ‘Utsman bin ‘Affan.”
Segala yang terjadi di muka bumi ini telah Allah tetapkan dan catat dalam Lauhul Mahfuzh. Sebagian dari takdir, Allah beritahukan kepada Rasul-Nya, termasuk berita terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan dalam keadaan syahid. Utsman menunggu saat-saat itu dengan penuh ridha dan keyakinan.
Rasulullah mengiringi berita tersebut dengan wasiat tentang apa yang harus dilakukan saat fitnah menerpa, sebagaimana akan kita lalui bersama sebagian riwayat tersebut. Maka berjalanlah Utsman dalam menghadapi fitnah tersebut dengan memegang teguh wasiat Rasulullah.

Abdullah bin Saba’ di balik wafatnya Utsman bin Affan
Abdullah bin Saba’ atau Ibnu As-Sauda’ adalah seorang Yahudi yang menampakkan keislaman di masa ‘Utsman bin ‘Affan. Dia muncul di tengah-tengah muslimin dengan membawa makar yang sangat membahayakan, menebar bara fitnah untuk memecah-belah barisan kaum muslimin.
Tidak mudah memang bagi Ibnu Saba’ menyalakan api di tengah kejayaan Islam, di tengah kekuasaan Islam yang telah meluas ke seluruh penjuru timur dan barat, di saat muslimin memiliki kewibawaan di mata musuh-musuhnya kala itu. Namun setan tak pernah henti mengajak manusia menuju jalan-jalan kesesatan, sebagaimana Iblis telah berkata di hadapan Allah:
Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).” (Al-A’raf: 16-17)
Ibnu Saba’ memulai makarnya bersama para pendukungnya dengan menanamkan kebencian pada khalifah ‘Utsman bin Affan di tengah kaum yang dungu lagi bodoh. Tujuannya pasti: Memudarkan kemulian-kemuliaan ‘Utsman bin Affan di hadapan manusia dan menjatuhkan kewibawaan khalifah.
Kenapa orang-orang bodoh yang dituju? Karena mereka itulah kaum yang tidak mengerti siapa Utsman. Mereka pula kelompok yang mudah disetir hawa nafsunya. Demikianlah gaya dan model pemberontak. Sebelum menggulingkan penguasa, mereka sebarkan kejelekan di tengah orang-orang bodoh, membuat arus bawah yang sukar untuk dibendung.
Kaki Ibnu Sauda’ yang penuh kebengisan dan kedengkian pada syariat Allah menjelajah negeri. Fitnahnya dia mulai dari Hijaz; Makkah, Madinah, Thaif, lalu Bashrah, lalu Kufah. Kemudian masuklah ia ke wilayah Damaskus (Syam). Usaha demi usaha dia tempuh di sana, namun impian belum mampu ia wujudkan. Dia tidak kuasa menyalakan api kebencian terhadap khalifah ‘Utsman di tengah-tengah kaum muslimin di negeri-negeri tersebut, hingga penduduk Syam mengusirnya.
Dengan segala kebusukan, pergilah Ibnu Saba’ ke Mesir. Di sanalah dia dapatkan tempat berdiam. Di tempat baru inilah dia dapatkan lahan subur untuk membangun makar besarnya, menggulingkan khalifah Utsman dan merusak agama Islam.
Mulai Ibnu Saba’ leluasa menghubungi munafiqin dan orang-orang yang berpenyakit, hingga terkumpul massa dari penduduk Mesir dan Irak guna membantu makarnya. Bersama pembantu-pembantunya, dia sebarkan keyakinan-keyakinan menyimpang serta tuduhan-tuduhan dusta atas khalifah di tengah-tengah kaum yang bodoh lagi menyimpan kemunafikan. Hingga suatu saat nanti, terwujudlah cita-citanya: menumpahkan darah khalifah dan memecah-belah barisan muslimin.

Syubhat-syubhat Ibnu Saba’ untuk menjatuhkan kehormatan Utsman bin Affan
Mereka yang mengetahui kemuliaan Utsman dari sabda Rasulullah tidak akan terpengaruh hasutan Ibnu Saba’, sehingga tidaklah mengherankan kalau dia tidak berhasil melakukan makarnya di tengah-tengah ahli Madinah atau Makkah. Berbeda keadaannya di Mesir, ia berhasil menebar syubhat-syubhat berisi celaan kepada Utsman bin ‘Affan, yang seandainya diketahui hakikatnya justru merupakan keutamaan dan pujian atas Utsman bin Affan. Namun ketika gelombang fitnah telah menggulung dan sabda Rasulullah tidak lagi dihiraukan, banyak di antara juhhal (orang-orang bodoh) berjatuhan menjadi korban.
Pada kesempatan yang sangat terbatas ini, kita cukupkan dua syubhat beserta jawabannya sebagai gambaran atas kebodohan dan jauhnya kaum pemberontak dari ilmu.
Syubhat pertama: ‘Utsman tidak mengikuti perang Badr. Ini merupakan aib (cela) bagi Utsman, maka tidak pantas ia menjadi khalifah.
Utsman bin Affan memang tidak mengikuti perang Badr, Ramadhan 2 H. Akan tetapi tidak ikutnya beliau dalam perang Badr bukanlah aib sebagaimana sahabat-sahabat lain yang tidak mengikutinya juga tidak mendapat celaan. Karena pada perang Badr Rasulullah tidak mengharuskan sahabat untuk menyertai beliau. Terlebih lagi jika kita mengetahui sebab tidak ikutnya Utsman dalam perang Badr.
Dalam perang Badr, Rasulullah memerintahkan Utsman untuk tetap di rumah merawat istrinya, Ruqayyah, yang merupakan putri Rasulullah. Maka jawablah dengan jujur: “Pantaskah seorang yang melaksanakan perintah Rasul kemudian dicela dengan sebab itu?”
Bahkan sebaliknya, dengan melaksanakan perintah Rasul beliau mendapat keutamaan taat di samping beliau juga mendapatkan keutamaan ahlu Badr dan pahala mereka. Oleh karena itu, Rasulullah mengikutsertakan Utsman dalam ghanimah Badr.
Suatu saat, seorang Khawarij bertanya kepada Abdullah bin ‘Umar di Masjidil Haram: “Wahai Ibnu ‘Umar, apakah ‘Utsman mengikuti perang Badr?” Ibnu ‘Umar menjawab: “Tidak.” Maka dengan girangnya dia berseru: “Allahu Akbar!” –seolah-olah dia dapatkan kebenaran celaan atas Utsman bin ‘Affan–. Dengan segera Ibnu ‘Umar berkata kepadanya: “Adapun ketidakhadiran Utsman dalam perang Badr karena putri Rasulullah –istrinya– sakit, (Rasul perintahkan untuk merawatnya) dan beliau bersabda:
“Sesungguhnya bagimu pahala mereka yang mengikuti perang Badr dan bagimu pula bagian ghanimah.”
Atas dasar ini, ulama tarikh seperti Az-Zuhri, ‘Urwah bin Az-Zubair, Musa bin ‘Uqbah, Ibnu Ishaq, dan lainnya memasukkan Utsman bin Affan dalam barisan ahlu Badr (orang-orang yang mengikuti perang Badr).
Syubhat kedua: Utsman membuat ladang khusus untuk unta-unta sedekah. Ladang tersebut terlarang untuk selain unta sedekah. Kaum Khawarij menuduh perbuatan ini sebagai kezaliman, kebid’ahan, dan kedustaan atas nama Allah.
Ketika ahlu Mesir –para pemberontak– mendatangi Utsman bin Affan mereka berkata: “Bukalah surat Yunus dan bacalah.” Lalu mereka hentikan bacaan Utsman ketika sampai pada ayat:
Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.” Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” (Yunus: 59)
Mereka berkata: “Berhenti kamu! Lihatlah apa yang telah kau perbuat. Engkau membuat tanah terlarang yang dibatasi. Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah l? ”
Utsman menjawab: “Bukan dalam masalah tersebut ayat ini diturunkan! Sungguh Umar bin Al-Khaththab telah melakukannya sebelumku, membatasi tanah khusus untuk unta-unta zakat, lalu aku menambahnya karena unta sedekah semakin bertambah banyak.”
Bantahan Utsman ibarat batu yang dilemparkan ke dalam mulut-mulut pemberontak. Mereka tidak mampu membalas jawaban Utsman karena ternyata beliau tidak melakukan kebid’ahan. Bahkan hal itu telah dilakukan Nabi dan Umar bin Al-Khaththab sebelumnya, yang semua itu tidak lain untuk kepentingan kaum muslimin, menjaga unta-unta zakat.

Ahlu Mesir dan Irak terprovokasi untuk memberontak Khalifah
Massa yang besar dari penduduk Mesir dan Irak terkumpul, terbawa arus syubhat Ibnu Saba’. Mereka menuju Madinah dalam keadaan membenci khalifah, bahkan bertekad menggulingkan kekhilafahannya karena menurut mereka khalifah telah berkhianat.
Dalam perjalanan menuju Madinah, mereka mendengar bahwa Utsman bin ‘Affan berada di luar Madinah, maka mereka bersegera menemui ‘Utsman bin ‘Affan, di awal-awal bulan Dzulqa’dah 35 H.
Dengan penuh kearifan, keteduhan, dan kasih sayang, Utsman menemui mereka, dan terjadilah dialog ilmiah, membantah syubhat-syubhat juhhal. Dengan taufik Allah, Utsman mendinginkan hati-hati mereka yang membara. Beliau juga membuat kesepakatan-kesepakatan dan perdamaian yang menentramkan jiwa mereka. Mereka pun ridha untuk kembali ke negeri mereka.

Meninggalkan Utsman dan kisah surat palsu
Masa yang tadinya penuh kebencian, merasa puas dengan jawaban-jawaban ‘Utsman dan kesepakatan tersebut. Mereka pun pergi untuk kembali ke negeri mereka.
Kenyataan ini membuat geram para penyulut fitnah. Mereka memutar otak dan mencari-cari jalan menyalakan kembali api kebencian yang sempat padam yang sudah sangat lama mereka nanti. Dalam keadaan itu, segera mereka munculkan makar berikutnya yang demikian keji, yaitu: Surat palsu berisi kedustaan atas ‘Utsman bin Affan.
Dalam perjalanan kembali ke Mesir, mereka berpapasan dengan seorang penunggang unta. Dia menampakkan bahwa dirinya melarikan diri, seolah-olah berkata: “Tangkaplah aku.” Mereka pun menangkapnya dan bertanya: “Ada apa dengan engkau?” Dia katakan: “Aku utusan Amirul Mukminin kepada amir Mesir.” Segera mereka periksa orang ini hingga didapatkan padanya sebuah surat atas nama ‘Utsman bin Affan, berisi perintah kepada amir Mesir agar menyalib, membunuh, dan memotong-motong tangan orang-orang Mesir setibanya mereka dari Madinah.

Kembali ke Madinah melakukan pengepungan
Dengan adanya surat palsu tersebut, api kebencian kepada khalifah kembali berkobar dalam dada-dada kaum yang bodoh. Mereka kembali menuju Madinah kemudian mereka kepung kediaman khalifah Ar-Rasyid Utsman bin Affan. Mereka tidak lagi memercayai ‘Utsman meskipun telah bersumpah bahwasanya beliau tidak pernah mengetahui apalagi menulis surat tersebut.
Tahukah kita apa yang diperbuat bughat pada orang termulia di muka bumi saat itu dan ahli jannah yang masih bernafas di dunia? Mereka paksa Utsman untuk melepaskan kekhilafahannya. Terwujudlah apa yang disabdakan Rasulullah puluhan tahun silam akan datangnya masa di mana Utsman bin Affan dipaksa melepas kekhilafahan.
Dengan tanpa kasih sayang, mereka halangi Utsman untuk shalat di Masjid Nabawi padahal beliaulah yang memperluas masjid di masa Rasulullah. Mereka halangi Utsman untuk minum dari air segar sumur Ar-Rumah yang beliau wakafkan untuk kaum muslimin. Caci-maki dan cercaan tertuju kepada beliau.
Seperti inikah Islam mengajarkan untuk berbuat kepada seorang sahabat mulia, yang menghabiskan masa hidupnya untuk membela Rasulullah, meninggikan kalimat Allah? Seperti inikah balasan kepada seorang sahabat yang matanya tak pernah kering dari air mata karena takutnya kepada Allah? Seperti inikah Islam mengajarkan untuk bersikap kepada seorang yang telah senja, di umurnya yang ke-83? Itukah kasih sayang? Seperti inikah jihad? Laa haula wala quwwata illa billah! Tidak ada yang mampu kita ucapkan melainkan: Hasbunallahu wa ni’mal wakil.

Pembelaan sahabat
Sejatinya para sahabat hendak membela Utsman bin Affan. Bahkan banyak di antara mereka menemani khalifah di rumahnya hingga hari terakhir pengepungan. Riwayat-riwayat yang shahih menunjukkan kedatangan banyak sahabat mengusulkan pembelaan dari kaum bughat. Di antara mereka adalah: Haritsah bin Nu’man, Al-Mughirah bin Syu’bah, Abdullah bin Az-Zubair, Zaid bin Tsabit, Al-Hasan bin ‘Ali, Abu Hurairah, dan lainnya.
Namun Utsman bin Affan telah mengambil sebuah keputusan dan sikap yang merupakan wasiat Rasulullah untuk bersabar dan tidak melepaskan kekhilafahan. Beliau tetap kokoh memegang sunnah (wasiat) Rasulullah saat api fitnah telah berkobar di hadapannya. Abu Hurairah sempat datang dengan pedangnya untuk melakukan pembelaan. Namun Utsman berkata: “Wahai Abu Hurairah, sukakah engkau jika banyak manusia terbunuh dan aku juga terbunuh? Sungguh demi Allah, seandainya engkau membunuh seorang manusia, seakan-akan engkau membunuh manusia seluruhnya.” Pergilah Abu Hurairah melaksanakan nasihat ‘Utsman.
Dari Rasulullah, Utsman mengetahui syahadah yang akan diperolehnya. Suatu hari Rasulullah memanggil Utsman. Beliau bisikkan rahasia akan apa yang akan menimpanya dan apa yang seharusnya dilakukan saat fitnah menimpa. Rahasia itu memang tidak banyak tersingkap, melainkan beberapa yang dikabarkan Utsman bin ‘Affan di hari pengepungan.
Al-Imam Ahmad dalam Al-Musnad (6/51-52) meriwayatkan bahwa saat sahabat menawarkan Utsman bin Affan untuk memerangi pemberontak, mereka berkata: “Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau perangi mereka?” Dengan penuh keyakinan beliau katakan:
“Tidak (aku tidak akan perangi mereka), karena sesungguhnya Rasulullah telah mengambil janji dariku, dan aku sabar di atas janji itu.”
Berkali-kali sahabat Rasulullah menawarkan perang melawan pemberontak. Dengan penuh kearifan Utsman menolak, dan mengingatkan mereka untuk taat kepadanya sebagai khalifah. Suatu ketaatan yang telah Allah perintahkan atas mereka.
Saudaraku, rahimakumullah. Sekali lagi kita ingatkan, bahwasanya keputusan Utsman bin ‘Affan, bukanlah kelemahan beliau. Bukan pula ketidakberanian sahabat untuk melakukan peperangan. Tetapi, semua keputusan dan sikap Utsman sesungguhnya adalah bagian dari wasiat Rasulullah kepadanya.
Mungkin ada di antara kita bertanya, kenapa Utsman tidak melepaskan kekhilafahan agar terhindar dari fitnah ini? Bukankah kaum pemberontak hanya ingin menggulingkan Utsman dari kekhilafahan?
Ketahuilah, hal ini pun telah Rasulullah n wasiatkan dalam hadits yang shahih. Rasul bersabda:
“Dan jika mereka (pemberontak) memaksamu untuk melepaskan pakaian yang Allah l pakaikan kepadamu (yakni kekhilafahan), janganlah engkau lakukan.”
Dari riwayat-riwayat shahih terkait dengan fitnah pembunuhan Utsman bin Affan, disimpulkan bahwa sikap yang beliau pilih sesungguhnya kembali pada beberapa alasan. Di antaranya:
Wasiat Rasulullah kepada ‘Utsman untuk tidak melepaskan kekhilafahan dan menghadapi fitnah dengan kesabaran.
Beliau tidak ingin menjadi orang yang pertama kali menumpahkan darah kaum muslimin, dan menjadi penyebab peperangan di antara mereka. Sebagaimana tampak dalam riwayat Ahmad dalam Al-Musnad, beliau berkata:
“Aku tidak ingin menjadi orang pertama sesudah Rasulullah yang menyebabkan pertumpahan darah di tengah umatnya.”
Utsman yakin bahwa yang diinginkan pemberontak adalah dirinya, maka beliau tidak ingin menjadikan kaum muslimin sebagai tameng. Sebaliknya, beliau ingin menjadi tameng untuk kaum muslimin agar tidak terjadi pertumpahan darah di tengah mereka.
Utsman yakin bahwa fitnah akan redam dengan wafatnya beliau, sebagaimana kabar yang Rasulullah sabdakan. Beliau juga merasa waktunya telah dekat di saat beliau berumur 83 tahun, diperkuat dengan mimpinya bertemu Rasulullah n di hari pengepungan. Nasihat Abdullah bin Salam kepada beliau. Abdullah berkata:
“Tahanlah, tahanlah (dari peperangan) karena dengan itu hujjahmu lebih mendalam.”

Syahadah yang Rasulullah kabarkan itu diraih Utsman bin Affan
Pagi, Jum’at 12 Dzulhijjah, 35 H, di saat sebagian besar sahabat menunaikan ibadah haji, pengepungan berlanjut. Hari itu ‘Utsman berpuasa, setelah di malam harinya bertemu Rasulullah, dan dua sahabatnya: Abu Bakar serta ‘Umar, dalam mimpi yang membahagiakan. Di mimpi itu Rasulullah bersabda: “Wahai ‘Utsman, berbukalah bersama kami.” Utsman pun terbangun dengan merasa bahagia dan berpuasa.
Pagi itu Utsman berada di rumah bersama sejumlah sahabat yang terus bersikukuh hendak membela beliau dari kezaliman bughat. Di antara mereka adalah Al-Hasan bin ‘Ali, ‘Abdullah bin Umar, Abdullah bin Az-Zubair, Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah, dan sejumlah sahabat lainnya.
Dengan sangat, Utsman bin ‘Affan meminta mereka untuk keluar dari rumah, menjauhkan diri dari fitnah. Amirul Mukminin melarang para sahabat melakukan pembelaan dengan peperangan. Beliau tidak ingin terjadi pertumpahan darah di tengah-tengah kaum muslimin hanya dengan sebab beliau. Beliau tidak ingin ada sahabat-sahabat lain terbunuh dalam fitnah ini.
Setelah permintaan Utsman yang sangat kepada para sahabat, akhirnya mereka meninggalkan rumah Amirul Mukminin hingga tidak ada yang tersisa kecuali keluarga Utsman termasuk istri beliau, Na’ilah bintu Furafishah.
Amirul Mukminin, Utsman bin ‘Affan tetap di atas wasiat Rasul untuk tidak melepaskan kekhilafahan, baju yang telah Allah pakaikan untuknya. Beliau pun tetap meminta sahabat untuk tidak melakukan perlawanan, mengingat besarnya fitnah dan khawatir darah kaum muslimin tertumpah. Inilah sikap yang terbaik: kesabaran, keyakinan, dan keteguhan di atas petunjuk Rasulullah.
Utsman, beliau duduk bersimpuh di hadapan mushaf. Beliau membacanya dalam keadaan berpuasa di hari itu. Tubuh yang telah tua, rambut yang telah memutih, kulit yang telah mengeriput, usia yang telah dihabiskan untuk Allah, berjihad menegakkan kalimat Allah di muka bumi, kini duduk mentadaburi kalam Rabbul ‘Alamin. Beliau perintahkan untuk membuka pintu rumah dengan harapan para pengepung tidak berbuat sekehendak hati mereka ketika menyaksikan beliau beribadah kepada Allah, membaca Al-Qur’an.
Tetapi mereka ternyata orang yang telah keras hatinya. Dalam suasana pengepungan dan kekacauan, masuklah seseorang hendak membunuh khalifah. Orang ini datang dan menarik jenggot Ustman. Ustman dengan tenang berkata
“Jangan sentuh jenggotku karena sesungguhnya ayahmu dulu menghormati jenggot ini.” 
Kemudian pemberontak itu melepaskannya karena dia ingat bahwa bukan hanya ayahnya yang menghormati, tapi juga Rasulullah S.A.W. dan setiap orang menghormati Ustman. Utsman pun berkata mengingatkan: “Wahai fulan, di antara aku dan dirimu ada Kitabullah!” Diapun pergi meninggalkan Utsman, hingga datang orang lain dari bani Sadus. Dan ketika Ustman R.A. melihat nya datang, dia segera mengencangkan tali pengikat celananya, karena dia tidak ingin auratnya terlihat di saat-saat terakhirnya.
Dengan penuh keberingasan, dia cekik leher khalifah yang telah rapuh hingga sesak dada beliau dan terengah-engah nafas beliau, lalu dia tebaskan pedang ke arah Utsman bin ‘Affan. Amirul Mukminin menlindungi diri dari pedang dengan tangannya yang mulia, hingga terputus bercucuran darah. Saat itu Utsman berkata:
“Demi Allah, tangan (yang kau potong ini) adalah tangan pertama yang mencatat surat-surat mufashshal.”
Ya… beliau adalah pencatat wahyu Allah dari lisan Rasulullah. Namun ucapan Utsman yang sesungguhnya nasihat –bagi orang yang memiliki hati– tidak lagi dihiraukan. Darah mengalir pada mushaf tepat mengenai firman Allah:
“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al-Baqarah: 137)
Kemudian istrinya, Na’ilah berlari untuk melindungi Utsman. Bukan hanya itu, jari jemari Na’ilah bintu Furafishah terpotong saat melindungi suaminya dari tebasan pedang kaum bughat. Subhanallah, cermin kesetiaan istri shalihah menghiasi tragedi berdarah di negeri Rasulullah.
Kemudian mereka menghujam dalam perut Ustman R.A. dengan pedang! Lalu salah satu pemberontak menerjang dada Ustman R.A. dan menusuknya 6 KALI! Dengan demikian wafatlah Ustman R.A. pada umur 83 tahun.
Terwujudlah sabda Rasulullah puluhan tahun silam. Ketika itu, Rasulullah bersama dengan Abu Bakr, Umar, dan Utsman di atas Uhud, tiba-tiba Uhud bergoncang. Rasul pun bersabda:
“Diamlah wahai Uhud, yang berada di atasmu adalah seorang nabi, seorang shiddiq, dan dua orang syahid.”
Allahu Akbar! Berbukalah Utsman bin Affan bersama Rasulullah sebagaimana mimpinya di malam itu. Ta’bir mimpi pun tersingkap sudah. Wafatlah khalifah Ar-Rasyid, di hari Jum’at, dalam usia 83 tahun. Pergilah manusia termulia saat itu menemui ridha Allah dan ampunan-Nya. Menuju jannah-Nya.
Seusai pembunuhan, berteriaklah laki-laki hitam pembunuh ‘Utsman, mengangkat dan membentangkan dua tangannya seraya berkata “Akulah yang membunuh Na’tsal! “
Beberapa lama setelah Utsman dibunuh, para pemberontak tidak memperbolehkan seorang pun untuk menguburkan jenazahnya. Pada akhirnya, istri Rasulullah, Umayya Habiba menaiki tangga masjid Rasulullah dan berkata
“Wahai pemberontak! Jika kalian tidak mengizinkan kami untuk mengubur Ustman R.A., maka AKU ISTRI RASULULLAH S.A.W., AKU KEHENDAK RASULULLAH S.A.W., AKU KEKASIH RASULULLAH S.A.W., AKU IBU ORANG-ORANG BERIMAN, akan turun ke jalan Madinah tanpa menutupi rambutku dan AKU SENDIRI yang akan menguburkan Ustman!”

Dia tahu bahwa tidak ada satu pemberontak pun yang berani terhadap istri Rasulullah S.A.W. Ka’ab ibn Malik R.A. meriwayatkan: 
“Demi Allah, jika Umayya ibn Habiba R.A. turun ke jalanan Madinah tanpa menutupi rambutnya, maka Allah akan MENURUNKAN HUJAN BATU DARI LANGIT!”

Dan ketika para pemberontak mendengar ancaman dari istri Rasulullah S.A.W., mereka membolehkan jenazah Ustman dikuburkan oleh empat orang: Hasan R.A., Hussain R.A., Ali R.A., dan Muhammad ibn Talha R.A. Dan ketika mereka membawa jenazah Ustman untuk dikuburkan, para pemberontak mulai melempari batu ke jenazah Ustman R.A.
Amrita bin Arta meriwayatkan
“Ketika aku dan Aisyah R.A. pulang dari berhaji, kami melihat Al-Qur’an dimana darah Ustman terjatuh ke atasnya pada ayat ‘Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Al-Baqarah: 137).’
Akibat dari kematian Ustman begitu besar, sampai-sampai Hasan (cucu Rasulullah) meriwayatkan:
“Aku melihat kakekku (Rasulullah) di dalam mimpi, dan dia berdiri di hadapan Arsy Allah S.W.T. Dan inilah pertama kalinya aku melihatnya dalam mimpi dimana dia terlihat khawatir. Kemudian Abu Bakar R.A. datang dari belakangnya dan dia menempatkan tangannya di bahu Rasulullah S.A.W. Kemudian Umar R.A. datang dari belakangnya dan dia menempatkan tangannya di bahu Abu Bakar R.A.  Tidak lama setelahnya, Ustman R.A. datang dan wajahnya yang berlumuran darah. Tangannya menggenggam kepalanya dan dia berkata ‘Wahai Rasulullah, tanyakan kepada mereka karena dosa apakah mereka menjagalku seperti seekor sapi?’ Ketika Ustman R.A. berkata seperti ini, Arsy Allah mulai bergetar! Kemudian dua sungai darah mengalir dari Arsy Allah S.W.T.”
Pada hari kiamat, ada banyak orang yang gugur sebagai syuhada. Untuk para syuhada itu, tanah tempatnya meninggal dunia akan bersaksi, namun untuk Ustman ibn Affan, Al-Qur’an yang akan menjadi saksinya, karena dia meninggal dunia tepat di hadapan sebuah Al-Qur’an!
Asyhadu an-La ilaha illallah, wa anna Muhammadan Rasulullah! Sabda Rasulullah bahwa Utsman akan meraih jannah dengan cobaan yang menimpanya benar-benar terjadi. Abu Musa Al-Asy’ari mengatakan bahwa:
“Rasulullah memerintahkan Abu Musa untuk memberi kabar gembira kepada Utsman dengan jannah, dengan ujian yang akan menimpanya.”



Akhir kehidupan pembunuh-pembunuh ‘Utsman bin ‘Affan R.A
Orang-orang yang memberontak Utsman R.A dan memiliki andil dalam pembunuhan khalifah yang terzalimi mendapat hukuman pedih dari Allah. Demikianlah akibat bagi mereka yang memusuhi wali-wali Allah. Benarlah firman Allah dalam sebuah hadits Qudsi:
“Barangsiapa menyakiti wali-Ku, sungguh Aku umumkan perang dengannya…”
Khurqush bin Zuhair As-Sa’di dibunuh oleh ‘Ali bin Abi Thalib pada perang Nahrawan tahun 39 H.‘Alba’ bin Haitsam As-Sadusi dibunuh pada perang Jamal.Amr bin Al-Hamaq Al-Khuza’i hidup hingga tahun 51 H, ia ditikam.‘Umair bin Dhabi’ yang mematahkan tulang rusuk ‘Utsman z, hidup hingga zaman Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi, dia pun dibunuh. Demikian pula para pembunuh ‘Utsman z yang selain mereka.
Wallahu a’lam.

Uncategorized

Kajian Hadits Sahabat

Setelah Rasulullah ﷺ wafat, para sahabat berhasil menyebarkan estafet amanah Nabi. Islam masuk ke berbagai negeri. Kekuasaan Islam meluas. Syam dan Irak dikuasai sepenuhnya pada tahun 17 H. Mesir dikuasai tahun 20 H. Persia tahun 21 H. Perluasan terus terjadi hingga ke wilayah Samarkand tahun 56 H. Dan Andalusia tahun 93 H.

Perluasan ini berdampak pada semakin banyaknya orang yang masuk Islam dan haus akan pengetahuan dan hukum-hukumnya. Hal ini mendorong para pemimpin mengutus sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ untuk mengajari mereka hukum-hukum agama. Para sahabat pun berangkat ke berbagai wilayah, hingga di antara mereka ada yang menetap di sana hingga akhir hayat.

Dar al-Hadits (Pusat Kajian Hadits) di Madinah

Madinah adalah tempat tujuan hijrah Nabi ﷺ dan para sahabatnya. Di tempat ini beliau menyampaikan banyak hadits. Karena mayoritas syariat Islam diturunkan di sana. Para sahabat Muhajirin merasa nyaman tinggal di Madinah. Dan mereka enggan kembali ke Mekah.

Sepeninggal Rasulullah ﷺ, Madinah tetap menjadi ibu kota umat Islam dan pusat kekhalifahan. Para sahabat senior tetap tinggal di kota ini. Mereka tak pernah meninggalkan Madinah kecuali untuk keperluan yang sangat penting. Seperti urusan kepemerintahan, ekonomi, militer, ataupun pendidikan.

Para sahabat yang masyhur dan mumpuni di bidang hadits dan fikih di Madinah cukup banyak. Di antaranya adalah Abu Bakar, Umar, Ali (sebelum ia pindah ke Kufah), Abu Hurairah, Ummul Mukmini Aisyah, Abdullah bin Umar, Abu Said al-Khudri, Zaid bin Tsabit, dll.

Zaid bin Tsabit terkenal dengan pandangan yang mendalam terhadap Alquran dan sunnah. Bahkan, Umar menyisakan beberapa perkara untuk dikonsultasikan kepada Zaid. Yaitu pada saat Umar menemui kendala pada beberapa ketetapan hukum. Zaid pun menjadi salah seorang yang utama dalam memberikan putusan hukum dan fatwa. Dia juga ahli di bidang qira-ah dan fara-idh di zaman Umar, Utsman, Ali, hingga akhirnya wafat pada tahun 45 H, di masa kekhalifahan Muawiyah.

Melalui para sahabat yang tinggal di Madinah ini, lahir tokoh-tokoh tabi’in seperti: Said al-Musayyab, Urwah bin az-Zubair bin al-Awwam, Ibnu Syihab az-Zuhri, Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud, Salim bin Abdullah bin Umar, Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Nafi’ maula Ibnu Umar, Abban bin Utsman bin Affan, dan masih banyak lagi para penghafal hadits yang senantiasa menjadi sumber rujukan sunnah dan fatwa-fatwa yang dibutuhkan.

Dar al-Hadits (Pusat Kajian Hadits) di Mekah

Ketika Nabi ﷺ berhasil menundukkan Kota Mekah (Fathu Mekah), beliau menugaskan Muadz bin Jabal untuk tinggal di sana guna mengajarkan hukum-hukum Islam kepada penduduknya. Menjelaskan halal dan haram. Memberikan pemahaman ilmu agama dan Alquran pada mereka. Muadz adalah salah seorang pemuda Anshar yang memiliki keutamaan, kesantunan, keilmuan, dan kelapangan. Ia selalu turut serta dalam peperangan yang dipimpin oleh Rasulullah ﷺ. Abdullah bin Abbas, Umar bin al-Khattab, dan Ibnu Umar, banyak meriwayatkan darinya.

Setelah Muadz, estafet dakwah di Mekah dilanjutkan oleh Abdullah bin Abbas yang telah kembali dari Bashrah. Sepupu Nabi ﷺ ini menjadi rujukan utama di Mekah. Ia adalah gudang ilmu dan hafizh hadits. al-Hakim menyebutkan dalam Ma’rifatu Ulumi al-Hadits, selain Ibnu Abbas, sahabat lainnya yang tinggal di Mekah adalah Abdullah bin Saib al-Makhzumi. Ia adalah ahli qiraah bagi penduduk Mekah. Kemudian ada Itab bin Usaid, Khalid bin Usaid, al-Hakam bin Abi al-Ash, Utsman bin Thalhah, dll.

Dari majelis para sahabat ini muncullah tokoh-tokoh utama tabi’in seperti: Mujahid bin Jabar, Ikrimah maula Ibnu Abbas, Atha’ bin Rabah, dll.

Dar al-Hadits di Kufah

Kufah menjadi markas berkumpulnya tentara-tentara Islam. Karena itulah, para sahabat banyak yang pergi ke sana saat terjadi berbagai perluasan wilayah Islam. Banyak juga di antara mereka yang dimakamkan di sana. Di antarnya Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Saad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, Khabbab bin al-Art, Salman al-Farisi, Hudzaifah bin al-Yaman, Nu’man bin Basyir, Abu Thufail, Abu Juhaifah, dll (Ma’rifatu Ulumi al-Hadits, Hal: 191).

Yang menjadi tokoh utama keilmuan di Kufah adalah Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu. Ia seorang ulama di kalangan sahabat dan cukup lama tinggal di sana. Melalui bimbingannya muncullah orang-orang hebat semisal Masruq bin al-Ajda’ al-Hamdani, Ubaidah bin Amr as-Salmani. Menurut asy-Sya’bi, Ubaidah dan Syuraih memiliki level yang sama. Kemudian ada Aswad bin Yazid an-Nakha-i dan Syuraih bin al-Harits al-Kindi –yang ditunjuk Umar sebagai hakim di Kufah-. Ada pula Ibrahim bin Yazid an-Nakha-i yang dikenal sebagai Faqih al-Iraq. Selanjutnya Said bin Jubair, Amir bin Syarahil asy-Sya’bi. Asy-Sya’bi merupakan seorang yang sangat mendalam ilmunya di kalangan para tabi’in, para imam, dan huffazh (Ma’rifatu Ulumi al-Hadits, Hal: 1-20)

Dar al-Hadits di Bashrah

Yang menjadi tokoh utama di sini adalah Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu. Abdullah bin Abbas juga pernah tinggal di kota ini, karena menjabat gubernur di Bashrah. Selain dua orang sahabat senior ini, ada juga sahabat-sahabat yang lain. Seperti: Utbah bin Ghazwan, Imran bin Hushain, Abu Barzah al-Aslami, Ma’qil bin Yasar, Abu Bakrah, Abdurrahman bin Samurah, Abdullah bin asy-Syakhir, Jariyah bin Qudamah, dll. (Ma’rifatu Ulumi al-Hadits, Hal: 191).

Di antara para tabi’in yang tinggal di Bashrah adalah Abu al-Aliyah Rafi’ bin Mahran ar-Rayahi. Hasan al-Bashri, yang berhasil berjumpa dengan 500 orang sahabat. Kemudian Muhammad bin Sirin, Abu asy-Sya’tsa’. Jabir bin Zaid, sahabat dari Abdullah bin Abbas. Qatadah bin Di’amah ad-Dawsi, Muthraf bin Abdullah bin asy-Syakhir, Abu Burdah bin Abu Musa, dan masih banyak nama-nama lainnya.

Dar al-Hadits di Syam

Ketika kaum muslimin berhasil memenangkan Syam, banyak sekali penduduknya yang memeluk Islam. Karena itulah, khalifah memberikan perhatian besar terhadap wilayah ini dengan mengirimkan sahabat-sahabat Rasulullah untuk membimbing mereka. Di antaranya adalah Muadz bin Jabal. Rasulullah ﷺ pernah mempercayakannya membina masyarakat Yaman dan Mekah. Dan kemudian Umar bin al-Khattab mengamanahinya membina penduduk Syam.

Ibnu Saad meriwayatkan dalam ath-Thabaqat, dari Abu Muslim al-Khulani, ia berkata, “Aku memasuki Masjid Himsha, ternyata di dalamnya terdapat sekitar 30 orang sahabat Rasul. Di antara mereka ada seorang pemuda yang matanya bercelak, gigi serinya putih. Dia diam tak banyak bicara. Jika orang-orang menemui kesulita, mereka datang bertanya padanya. Aku berkata, kepada salah seorang yang sedang duduk, ‘siapa orang itu’? Dia menjawab, ‘Dia adalah Muadz bin Jabal’.”

Sahabat lainnya yang juga dikenal memberikan pengajaran di wilayah ini adalah Ubadah bin Shamit. Ia sosok yang unggul dalam bidang Alquran dan sangat fakih. Kuat dalam membela agama Allah. Dan tidak peduli apa kata orang tetangnya dalam membela kebenaran itu.

Selain itu ada juga Abu Darda’ al-Anshari. Seorang sahabat yang fakih dan hafal banyak hadits. Ia diutus ke Syam bersama Muadz bin Jabal setelah Amirul Mukminin Umar menerima surat permintaan dari Yazid bin Muawiyah. “Penduduk Syam membutuhkan orang-orang yang dapat mengajarkan Alquran dan memberikan pemahaman yang baik tentang agama”, kata Yazid. Umar pun mengutus Muadz, Ubadah, dan Abu Darda sebagai respon dari permintaan Yazid.

Dan masih banyak sahabat lainnya seperti: Syarahbil bin Hasanah, al-Fadhl bin al-Abbas bin Abdul Muthalib, Abu Malik al-Asy’ari, dll.

Di tangan mereka muncul para tabi’in masyhur seperti: Abu Idris al-Khulani, Qubaishah bin Dzubaib, Makhul bin Abu Muslim, Raja’ bin Haywah al-Kindi, dll.

Dar al-Hadits di Mesir

Pada tahun 20 H, Mesir menjadi wilayah kaum muslimin. Banyak penduduknya yang tertarik dengan agama fitrah ini. Di masa Muawiyah bin Abu Sufyan, ia menugaskan salah seorang sahabat yang utama Amr bin al-Ash untuk Mesir. Amr membawa serta putranya, seorang ahli ilmu di kalangan sahabat Rasulullah ﷺ, Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhuma.

Abdullah bin Amr adalah seorang pemuda yang giat beribadah. Ia juga termasuk sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Bahkan, ia memiliki keunggulan di bidang tulis-menulis. Dengan itu ia mencatat hadits-hadits yang disabdakan Rasulullah ﷺ. Setelah ayahnya wafat, Abdullah tetap menetap di Mesir.

Sahabat lainnya yang menyebarkan ilmu di Mesir adalah Uqbah bin Amir al-Juhani, Kharijah bin Hudzafah, Abdullah bin Saad bin Abi Sarah, Mahmiyah bin Juzu’, Abdullah bin al-Harits bin Juzu’, Abu Bashrah al-Ghifari, Abu Saad al-Khair, Muadz bin Anas-al-Juhani, dll. Muhammad bin Rabi’ al-Jaizi menyatakan lebih dari 140 orang sahabat yang tinggal di Mesir.

Dari pengajaran mereka, muncullah para tabi’in. Di antaranya Abu al-Khair Murtsad bin Abdullah al-Yazini, seorang mufti Mesir. Ia meriwayatkan banyak hadits dari Abu Ayyub al-Anshari. Kemudian Abu Bashrah al-Ghifari, dan Uqbah bin Amir al-Juhani, Yazid bin Abi Hubaib, dll.

Inilah gambaran sekilas mengenai perguruan-perguruan yang berperan besar dalam pengajaran ilmu-lmu keislaman dan penyebar hadits di berbagai wilayah perluasan Islam. Masa ini juga memberikan gambaran nyata pada kita, bagaimana para sahabat dan tabi’in dalam menyebarkan dan meriwayatkan hadits-hadits dari Nabi ﷺ.

Bacaan Islami Lainnnya:

– Komik Pahlawan Islam Anas bin Nadhar
– Komik Mantan Napi Berulah Lagi
– Bantuan Dari Allah Saat Kesulitan
– 3 Hal Yang Dilakukan Saat Bangun Untuk Sahur
– Kenapa Dia Begitu Cinta Al-Qur’an

– Hindari Berkata Kotor
– Perang Melawan Hawa Nafsu
– Jangan Mencari Keburukan Orang
– Komik Islami Tentang Cinta
– Jomblo Halu Kepengen Punya Istri

– Komik Islami Pakai Yang Kanan
– Komik Islami Simple
– Jangan Benci Muslimah Bercadar
– Waspada 3 Pintu Menuju Neraka
– Kalau Sholat Jangan Lari Larian

– Perlunya Kerjasama Dalam Rumah Tangga
– Baju Koko Vs Jersey – Komik Islami
– Dunia Hanya Sementara
– Komik Islami Bahasa Inggris
– Komik Islami Tarawih Surat Pendek

– Kisah Pendek Khutbah Jum’at
– Menunggu Punahnya Corona
– Komik Pendek Islami
– Jangan Pernah Menunda Ibadah
– Komik Islami Hitam Putih

– Parno Karena Batuk Corona
– Komik Islami Doa Pejuang Nafkah
– Komik Islami Muslimah Memanah Dan Tahajud
– Komik Islami Hidup Bahagia
– Komik Islami Nasehat Dan Renungan
– Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia Yang Sebenarnya

Selamat Membaca.. Bantu Kami Dengan Donasi.. Dengan Kontak Businessfwj@gmail.com

Uncategorized

Sultan Mehmet II Alfatih

My version about Mehmet II “Alfatih”.
.
Seorang pemuda yang telah disiapkan untuk ‘Menaklukkan Konstantinopel’ sejak dari buaian. Meski kekuasaannya tidak seluas para pendahulu, umayyah & Abbasiyah, tetapi dialah pemimpin yang berhasil meraih gelar ‘pemimpin terbaik atas pasukan terbaik’.

Uncategorized

Mengenal Sa’ad bin Abi Waqqas

Tahukah kamu kalau kita pernah memiliki seorang ahli memanah yang bidikannya tidak pernah meleset sekalipun dari sasaran?
.
Yap! Ia adalah Sa’ad bin Abi Waqqas, orang pertama yang melesatkan panahnya dalam islam hingga ia mendapat doa Nabi Shalallahu ‘alaihu wassalam bahwa bidikannya tidak akan pernah meleset dari sasaran.
.
Mahabesar Allah yang telah memberikan kita uswah hasanah yang mencerahkan langit sejarah.

Komik Islami Lainnnya:

– Sholat Jangan Buru-Buru
– Komik Pahlawan Islam Anas bin Nadhar
– Komik Mantan Napi Berulah Lagi
– Bantuan Dari Allah Saat Kesulitan
– 3 Hal Yang Dilakukan Saat Bangun Untuk Sahur
– Kenapa Dia Begitu Cinta Al-Qur’an

– Hindari Berkata Kotor
– Perang Melawan Hawa Nafsu
– Jangan Mencari Keburukan Orang
– Komik Islami Tentang Cinta
– Jomblo Halu Kepengen Punya Istri

– Komik Islami Pakai Yang Kanan
– Komik Islami Simple
– Jangan Benci Muslimah Bercadar
– Waspada 3 Pintu Menuju Neraka
– Kalau Sholat Jangan Lari Larian

– Perlunya Kerjasama Dalam Rumah Tangga
– Baju Koko Vs Jersey – Komik Islami
– Dunia Hanya Sementara
– Komik Islami Bahasa Inggris
– Komik Islami Tarawih Surat Pendek

– Kisah Pendek Khutbah Jum’at
– Menunggu Punahnya Corona
– Komik Pendek Islami
– Jangan Pernah Menunda Ibadah
– Komik Islami Hitam Putih

– Parno Karena Batuk Corona
– Komik Islami Doa Pejuang Nafkah
– Komik Islami Muslimah Memanah Dan Tahajud
– Komik Islami Hidup Bahagia
– Komik Islami Nasehat Dan Renungan
– Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia Yang Sebenarnya

– Komik Islami Sakit Penggugur Dosa
– Komik Nasehat Islami Adab Menguap
– Lupa Rakaat Sholat – Komik Islami
– Komik Islami Saling Mendoakan
– Hari Pertama Puasa
– Adab Masuk Rumah Kosong

Selamat Membaca.. Bantu Kami Dengan Donasi.. Dengan Kontak Businessfwj@gmail.com
Uncategorized

Dua Pemuda Yang Berhasil Membunuh Abu Jahal

Keadaan semakin genting..
Diawal bulan Suci itu, Ramadhan..
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam beserta 313 orang kaum Muslimin terhimpit oleh 1.000 orang musuh di Badar..
.
Ditengah kondisi genting itu, dua anak belia r.a asal Madinah tiba-tiba berkata pada Abdurrahman bin Auf r.a, “Wahai paman, tunjukkan pada kami yang manakah Abu Jahal.”
Mendengar pertanyaan itu, Abdurrahman heran dan balik bertanya, “Mau apa kalian dengan dia?” Mereka menjawab “Aku dengar bahwa dia telah mengganggu Rasulullah saw. di Mekkah. Demi Allah paman, yang jiwa ku dalam genggaman-Nya,! Jika aku melihatnya, pupil mata ini tidak akan berkedip menatapnya hingga salah seorang di antara kami terlebih dahulu tewas!”
Abdurrahman berkata, “Lihatkah orang yang menunggang kuda itu?  dialah orang yang kalian tanyakan.”
.
Lalu melesatlah dua anak muda ini ke tengah pasukan musuh. Padahal ketika itu, Abu Jahal tengah dilindungi oleh orang2 kuat dari kaum musyrikin Quraisy, namun ntah bagaimana keduanya bisa menembus pertahanan itu!
.
Satu tebasan tepat mengenai kaki Abu Jahal dan yang satunya lagi sukses mengenai kaki kudanya hingga membuatnya jatuh tersungkur!
Singkat cerita, akhirnya Abu Jahal tak berkutik tergeletak ditanah dan ditinggalkan begitu saja menuju kebinasaan.

Melalui keduanya, ternyata Allah ta’ala menaruh pelajaran yang sangat berharga.
Allah ingin menghinakan seorang Abu Jahal, orang yang sangat memandang tinggi kedudukan, kekuasaan, menganggap remeh terhadap orang-orang lemah, yang ternyata dikalahkan oleh anak-anak belia  yang diriwaayatkan baru berumur umur 16 th! yang datang ke badar dengan berjalan kaki, berasal dari Madinah dan bahkan belum mengenalnya sama sekali serta bukan berasal dari keturunan Quraisy!

Komik Islami Lainnnya:

– Perlunya Kerjasama Dalam Rumah Tangga
– Baju Koko Vs Jersey – Komik Islami
– Dunia Hanya Sementara
– Komik Islami Bahasa Inggris
– Komik Islami Tarawih Surat Pendek
– Kisah Pendek Khutbah Jum’at
– Menunggu Punahnya Corona
– Hari Pertama Puasa
– Adab Masuk Rumah Kosong
– Jika Penguasa Khusyuk

– Komik Islami Keluarga Bahagia Dalam Islam
– Sholat Jangan Buru-Buru
– Komik Pahlawan Islam Anas bin Nadhar
– Komik Mantan Napi Berulah Lagi
– Bantuan Dari Allah Saat Kesulitan
– 3 Hal Yang Dilakukan Saat Bangun Untuk Sahur
– Kenapa Dia Begitu Cinta Al-Qur’an

– Hindari Berkata Kotor
– Perang Melawan Hawa Nafsu
– Jangan Mencari Keburukan Orang
– Komik Islami Tentang Cinta
– Jomblo Halu Kepengen Punya Istri
– Komik Islami Pakai Yang Kanan
– Komik Islami Simple
– Jangan Benci Muslimah Bercadar
– Waspada 3 Pintu Menuju Neraka
– Kalau Sholat Jangan Lari Larian

Selamat Membaca.. Bantu Kami Dengan Donasi.. Dengan Kontak Businessfwj@gmail.com